Pekanbaru (Matariaubertuah.com),- 30 Mei 2025 — Pemilihan Ketua Koordinator Nasional (Kornas) Korps HMI-Wati (KOHATI) menjadi salah satu agenda sentral dalam Kongres HMI ke-XXXIV yang tengah berlangsung di Kota Pekanbaru. Momentum ini tidak hanya menjadi ajang regenerasi kepemimpinan, tetapi juga menjadi barometer sejauh mana arah kaderisasi muslimah HMI mampu menjawab tantangan zaman.

Di tengah tuntutan pembenahan struktural dan ideologis, wacana soal kelayakan calon Ketua Kornas menjadi perbincangan hangat. Pengamat organisasi sekaligus Demisioner Sekretaris Kornas KOHATI, Delpi, menegaskan bahwa sosok pemimpin nasional ke depan tidak cukup hanya bermodal popularitas atau kedekatan struktural. “Yang dibutuhkan hari ini adalah pemimpin dengan kapasitas manajerial, integritas moral, dan visi ideologis yang kuat untuk membenahi sistem kaderisasi dan tata kelola KOHATI secara menyeluruh,” ujarnya dalam diskusi publik pra-pemilihan.

Laporan Pertanggungjawaban Tugas (LPT) Kornas sebelumnya, sebagaimana diberitakan sejumlah media, dinilai lemah dalam aspek akuntabilitas, transparansi, dan ideologisasi. Banyak kader menganggap hal ini sebagai pelajaran penting yang tak boleh terulang. “Kami tidak butuh pemimpin simbolik, tetapi pemimpin yang punya rekam jejak, bisa membangun konsolidasi nasional, dan berani memperjuangkan kemandirian kader,” ujar Mona (nama samaran), peserta Kongres dan Munas yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.

Adapun indikator kelayakan calon ketua yang mencuat dalam forum antara lain: kemampuan menyusun program berbasis data dan indikator kinerja; komitmen terhadap transparansi pelaporan keuangan; kemampuan menjalin komunikasi lintas struktur HMI maupun lintas cabang KOHATI; serta pemahaman mendalam terhadap ideologi Islam dan persoalan perempuan muslim kontemporer.

Proses penjaringan dan seleksi calon Kornas kali ini disebut berlangsung ketat. Para kandidat diwajibkan menyampaikan visi-misi, portofolio kerja, serta kontribusi nyata terhadap KOHATI di cabang masing-masing. Hal ini menjadi parameter penting yang kerap diabaikan. “Sangat tidak ideal jika seseorang mencalonkan diri menjadi Ketua Kornas sementara di cabangnya sendiri bahkan tidak terdapat struktur kepengurusan Kornas KOHATI. Itu lebih buruk daripada klaim sepihak,” tegas Delpi, yang juga merupakan perwakilan KOHATI dari Pekanbaru.

Dengan tantangan yang semakin kompleks—mulai dari stagnasi kaderisasi, lemahnya konsolidasi, hingga minimnya inovasi program—pemilihan Kornas kali ini menjadi ujian penting. Ini bukan sekadar menentukan siapa yang akan duduk di posisi strategis, tetapi sejauh mana KOHATI mampu melahirkan pemimpin yang progresif, akuntabel, dan berkomitmen terhadap transformasi sosial. Bila tidak, organisasi ini berisiko kembali terjebak dalam siklus retorika tanpa substansi.(rls)