Pekanbaru (Matariaubertuah.com),- Sejarah sebuah organisasi besar seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak hanya dibangun melalui dokumen-dokumen resmi atau keputusan formal, melainkan juga melalui kisah-kisah kecil yang penuh keikhlasan dan semangat juang. Salah satu momen bersejarah terjadi pada paruh kedua tahun 2000, saat HMI MPO di Pekanbaru masih berada pada tahap awal pembentukan cabang. Saat itu, status “cabang persiapan” melekat sebagai simbol bahwa HMI di Pekanbaru sedang meniti jalan panjang menuju pengakuan resmi sebagai cabang definitif.
Di tengah keterbatasan dan semangat yang membara, muncul sosok penting yang kelak kami kenal dan hormati sebagai Lafran Pane-nya HMI Cabang Pekanbaru, yaitu Kanda Lukmanul Hakim. Dalam semangat kaderisasi yang kuat, beliau bersama seorang sahabat menjalankan Latihan Kader (LK) I di bawah kondisi yang jauh dari ideal. Bahkan untuk perlengkapan simbolik seperti bendera HMI pun belum tersedia.
Namun, kekurangan tidak menghalangi langkah. Pada suatu malam, Kanda Lukmanul Hakim bersama rekannya berjalan menyusuri sekitar kampus Universitas Riau (UNRI) dan menemukan deretan bendera HMI berdiri gagah di tepi jalan. Demi menjaga nilai simbolik dalam proses kaderisasi, beliau memutuskan untuk meminjam satu di antaranya. Bendera itu dilepas dengan penuh kehati-hatian, dilipat rapi, dan dibawa dengan niat yang tulus bukan untuk dimiliki, melainkan untuk menyempurnakan ruh kaderisasi yang sedang tumbuh.
Perjalanan dari Kulim ke Panam sejauh delapan kilometer mereka tempuh dengan semangat. Tak ada surat resmi, tak ada protokol organisasi. Hanya kejujuran hati dan keyakinan bahwa ini adalah bagian dari perjuangan membangun HMI di tanah Melayu. Tindakan yang mungkin sederhana, namun mencerminkan keberanian, ketulusan, dan visi jauh ke depan.
Pada masa itu, meski secara struktural HMI Pekanbaru masih berstatus “persiapan”, para kader tak segan menuliskan nama “HMI MPO Cabang Pekanbaru” tanpa embel-embel “persiapan” di setiap lembar administrasi maupun bendera. Hal ini bukan semata-mata penghilangan formalitas, tetapi bentuk keyakinan bahwa gerakan yang mereka bangun memang pantas disebut cabang utuh dan sah secara moral.
Seiring waktu, arahan dari internal organisasi menguatkan langkah tersebut: istilah “persiapan” tak lagi perlu dipakai. Dalam proses transisi ini, banyak pihak turut berkontribusi, termasuk adik tingkat beliau, kanda Zamzami, dari jurusan Tafsir Hadis yang juga alumni pesantren moden Pekanbaru. Ia ikut membantu dalam pembentukan simbol dan sistem administrasi awal organisasi.
Sebagai bagian dari keluarga besar Kohati, saya percaya bahwa sejarah bukan sekadar tentang peristiwa besar, tetapi juga tentang keberanian mengambil langkah kecil yang bermakna. Dari niat meminjam bendera di malam hari hingga berdirinya cabang HMI di Pekanbaru semua berakar dari jiwa-jiwa yang berani, seperti yang diteladankan oleh Kanda Lukmanul Hakim.
Kini, HMI Cabang Pekanbaru telah menjadi bagian penting dalam dinamika organisasi di Riau. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa semua dimulai dari langkah kecil dan niat yang tulus. Jejak awal ini harus terus kita rawat, agar menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam menapaki jalan perjuangan yang lebih besar.
Karena sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk diperjuangkan ulang oleh mereka yang mewarisi semangatnya.
Ditulis kembali oleh Delpi Susanti – Demisioner Seknas Kohati
Pekanbaru, 28 Mei 2025
Tim Redaksi