Pekanbaru (Matariaubertuah.com),– Skandal korupsi perjalanan dinas fiktif yang melibatkan Sekretariat DPRD Provinsi Riau menguak kerugian negara yang mencengangkan. Berdasarkan audit resmi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, negara dirugikan sebesar Rp195,9 miliar selama dua tahun anggaran, yakni 2020 dan 2021.
Temuan ini disampaikan langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, dalam konferensi pers pada Selasa (10/6/2025). Menurutnya, audit ini menjadi kunci penting dalam upaya pengungkapan kasus dugaan korupsi masif yang melibatkan aparatur sipil negara (ASN), staf ahli, dan tenaga honorer di lingkungan Setwan DPRD Riau.
“Kerugian negara hampir Rp196 miliar berasal dari dana SPPD yang dimanipulasi. Dari hasil penyidikan, kita sudah menyita uang tunai lebih dari Rp19 miliar dari para penerima aliran dana tersebut,” ujar Ade.
Penyidik telah menyerahkan lebih dari 11 ribu dokumen perjalanan dinas ke BPKP untuk dilakukan verifikasi menyeluruh. Bukti berupa tiket pesawat dan bukti menginap di hotel disandingkan dengan data faktual. Hasilnya mengejutkan — dari 4.744 klaim menginap di hotel, hanya 33 transaksi yang benar-benar terjadi. Sisanya fiktif. Hal serupa ditemukan dalam klaim tiket pesawat, di mana dari total 40.015 tiket yang diklaim, hanya 1.911 tiket terbukti valid.
Ironisnya, klaim perjalanan dinas itu dibuat pada masa pandemi Covid-19, ketika pembatasan aktivitas dan mobilitas sedang diberlakukan ketat di berbagai daerah.
Tak hanya uang tunai, penyidik turut menyita berbagai aset hasil korupsi, mulai dari barang mewah hingga properti bernilai miliaran. Di antaranya satu unit motor gede Harley Davidson, apartemen di Batam, rumah di Pekanbaru, homestay di Sumatera Barat, serta tas dan sepatu bermerek.
Langkah selanjutnya, Polda Riau telah mengajukan permohonan gelar perkara ke Koordinator Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Gelar perkara ini akan menjadi dasar penetapan tersangka dalam kasus yang menyita perhatian publik ini.
Penyidikan terhadap kasus ini menegaskan kembali pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah, terutama dalam pos perjalanan dinas yang selama ini kerap menjadi celah praktik korupsi.(ckc)
Tim Redaksi