Pekanbaru (Matariaubertuah.com),– Proses penyelidikan dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Riau periode 2020-2021 terus berlanjut. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau telah memeriksa ratusan saksi untuk mengungkap kasus ini, meskipun beberapa kendala tetap menghadang.

Direktur Ditreskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, mengungkapkan bahwa dari total 401 saksi yang diminta keterangannya, sebanyak 319 orang telah diperiksa. Namun, 15 saksi telah meninggal dunia, sementara lima lainnya belum dapat hadir karena berada di luar kota. Selain itu, masih ada 35 saksi dalam tahap pemeriksaan lanjutan.

“Pemeriksaan ini kami lakukan untuk memperjelas jalannya perkara. Namun, ada keterbatasan dengan 15 saksi yang sudah meninggal dunia, sehingga keterangan mereka tidak bisa didapatkan lagi,” kata Kombes Nasriadi pada Selasa, 24 Desember 2024.

Dalam kasus ini, Polda Riau mengungkap adanya penggunaan tiket penerbangan dari tiga maskapai besar, yaitu PT Lion Group, Citilink, dan Garuda Indonesia, yang disebut sebagai bagian dari modus operandi. Sebanyak 37.000 tiket dari PT Lion Group, 507 tiket Citilink, dan 226 tiket Garuda Indonesia diklaim digunakan untuk perjalanan dinas. Namun, Kombes Nasriadi menegaskan bahwa perjalanan tersebut fiktif, terutama karena terjadi di masa pandemi COVID-19, saat aktivitas penerbangan sangat terbatas.

“Ini adalah penerbangan palsu yang seakan-akan terjadi. Padahal, kita tahu di masa itu penerbangan sangat minim, namun kegiatan ini dibuat seolah nyata,” ujarnya.

Dalam pengembangan kasus, pihak Polda Riau juga menyita sejumlah aset tidak bergerak senilai Rp6,4 miliar, barang-barang mewah, sebuah apartemen, serta satu unit motor besar Harley Davidson.

“Kami tegaskan kepada siapa pun yang menikmati hasil korupsi ini untuk segera mengembalikannya. Jika tidak, kami akan menganggap mereka turut serta dalam tindak pidana ini,” tutup Nasriadi.

Kasus ini menjadi salah satu perhatian utama di Riau, mencerminkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menindak korupsi, sekaligus menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi fondasi dalam pengelolaan keuangan negara.