Bangkinang Kota (Matariaubertuah.com),– Langkah Penjabat (Pj) Bupati Kampar, Hambali, menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) untuk tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di penghujung masa jabatannya memicu kontroversi di kalangan masyarakat dan pengamat. Forum Mahasiswa Peduli BUMD Kampar (FMP-BUMD) mengkritik kebijakan tersebut, menilai ada potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pengambilan keputusan strategis itu.
Ketua FMP-BUMD, Angara Sofian, menegaskan bahwa kebijakan strategis seperti yang dilakukan Hambali seharusnya ditunda hingga bupati definitif dilantik. “Sebagai Penjabat Bupati, tugas Hambali adalah menjaga stabilitas pemerintahan, bukan mengambil keputusan besar yang berdampak pada pemerintahan berikutnya,” kata Angara saat diwawancarai.
Motif Hambali Dipertanyakan
RUPS-LB ini tidak hanya membahas Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025, tetapi juga diduga bertujuan menempatkan orang-orang tertentu ke posisi strategis di BUMD Kampar. “Langkah ini mencurigakan dan berpotensi membuka ruang nepotisme,” ujar Angara. Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam ini dapat memicu konflik di masa depan, terutama jika dilakukan tanpa melibatkan pihak yang berwenang.
Potensi Pelanggaran Hukum
Angara menjelaskan bahwa ada beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar oleh Hambali, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan – Menegaskan pentingnya asas kecermatan dalam pengambilan keputusan.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah – Membatasi kebijakan strategis penjabat kepala daerah tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri.
- Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 – Menyebutkan tugas utama Penjabat Bupati adalah menjaga kelancaran pemerintahan selama masa transisi, bukan mengambil keputusan strategis.
“Jika tindakan ini tetap dilanjutkan, maka Hambali dapat dianggap melanggar aturan-aturan tersebut,” tegas Angara.
Desakan dan Upaya Hukum
FMP-BUMD mendesak agar hasil RUPS-LB tersebut ditunda hingga bupati definitif, Ahmad Yuzar, resmi dilantik. Forum ini juga meminta DPRD Kampar dan instansi terkait untuk mengawasi tindakan Hambali secara ketat. “Kami mendorong agar proses ini diawasi dengan serius untuk mencegah praktik yang dapat merugikan daerah,” kata Angara.
Sebagai langkah akhir, FMP-BUMD menyatakan kesiapan mereka untuk melaporkan kasus ini ke Ombudsman atau lembaga hukum lainnya jika kebijakan tersebut tetap dijalankan. “Kami tidak akan segan mengambil langkah hukum jika ada indikasi pelanggaran,” tambahnya.
FMP-BUMD juga mengimbau masyarakat Kampar untuk tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang berpotensi mempengaruhi stabilitas dan kepentingan daerah. “Hambali harus memahami bahwa tanggung jawabnya adalah menjaga transisi, bukan membuat keputusan besar yang dapat mencederai kepercayaan masyarakat,” tutup Angara. (rp)
Tim Redaksi