Jakarta (Matariaubertuah.com),– Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mencabut ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK meminta DPR dan pemerintah segera merevisi UU Pemilu agar mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden tetap terkendali, mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon dalam pemilu.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa penghapusan presidential threshold bertujuan memastikan hakikat pemilu langsung oleh rakyat tetap terjaga. Namun, ia menekankan pentingnya pengaturan baru agar proses demokrasi berjalan efektif.
“Dalam revisi UU Pemilu, DPR dan pemerintah perlu merancang mekanisme yang memastikan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak berlebihan,” ujar Saldi Isra dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Pedoman Pengaturan Baru
Saldi Isra memaparkan lima pedoman yang diberikan MK kepada pembuat undang-undang sebagai dasar dalam menyusun aturan baru:
- Hak Setiap Partai Politik: Semua partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Tanpa Syarat Persentase: Pengusulan pasangan calon tidak lagi didasarkan pada persentase kursi di DPR atau suara nasional.
- Koalisi Proporsional: Gabungan partai politik tetap diperbolehkan, tetapi harus diatur agar tidak menciptakan dominasi yang membatasi jumlah pasangan calon.
- Sanksi bagi Partai Non-Pengusul: Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon akan dilarang mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
- Partisipasi Publik: Proses revisi UU Pemilu harus melibatkan berbagai pihak, termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR, dengan mengedepankan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
Tantangan ke Depan
Dengan dicabutnya presidential threshold, DPR dihadapkan pada tantangan besar untuk merancang aturan yang adil, demokratis, dan efektif. Pengamat politik menilai keputusan ini sebagai langkah progresif yang membuka ruang kompetisi lebih luas, namun tetap membutuhkan pengaturan ketat untuk mencegah fragmentasi politik.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat menyelesaikan revisi UU Pemilu dalam waktu dekat agar dapat diterapkan pada pemilu mendatang. Keputusan ini disambut baik oleh berbagai pihak yang menganggap presidential threshold selama ini menjadi hambatan demokrasi.
Ke depan, penghapusan presidential threshold diharapkan mampu meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia sekaligus memperkuat legitimasi pemilu sebagai wujud kedaulatan rakyat.(rpc)
Tim Redaksi